Jumat, 17 Maret 2017

Nama             : Nurmala Dwi Kartika
Npm               : 1401270095
Kelas             : VI-b Pagi Perbankan Syariah

Tugas Kelompok studi kasus pada PT.Bank Negara Indonesia Cabang Iskandar  Muda, Medan.
Dengan menggunakan produk BNI iB Hasanah
Berikut penjelasan mengenai produk yang telah disebutkan diatas :

A. BNI iB Hasanah 
            BNI iB Hasanah adalah tabungan dengan akad Mudharabah atau  Wadiah yang memberikan berbagai fasilitas serta kemudahan dalam mata uang Rupiah.

Fasilitas:
Buku Tabungan
Hasanah Debit Silver
E-banking (ATM, SMS Banking, Internet Banking, Mobile Banking dan  Phone Banking)

Keunggulan:
Hasanah Debit Silver sebagai kartu ATM pada jaringan ATM (ATM BNI, ATM Bersama, ATM Link, ATM Prima & Cirrus) dan kartu belanja (Debit Card) di merchant berlogo MasterCard di seluruh dunia.
Dapat melakukan transaksi di counter teller BNI dan BNI Syariah seluruh Indonesia.
Pembukaan rekening otomatis berinfaq Rp 500,-
Dapat dijadikan sebagai agunan pembiayaan


Biaya:

Wadiah
Mudharabah
Pengelolaan Rekening perbulan
Rp 0,­-
Rp 5.000,-
Tutup rekening
Rp 20.000,-
Rp 10.000,-
Saldo Minimum
Rp 20.000,-
Rp 100.000,-
Biaya dibawah Saldo Minimum
Rp 0,-
Rp 10.000,-
Pembuatan ATM
Rp 5.000,-

CARA DAN SYARAT MEMBUKA IB HASANAH
Cara dan Syarat Membuat Tabungan iB Hasanah di Bank BNI Syariah – Saat ini, produk-produk perbankan syariah seperti tabungan dan giro sudah banyak dilirik oleh masyarakat luas. Hal tersebut tidak lepas dari edukasi yang dilakukan oleh berbagai pihak serta semakin besarnya kesadaran masyarakat untuk menghindari sistem perbankan konvensional yang terkenal dengan sistem bunganya yang diharamkan. Disamping itu, keberadaan bank-bank syariah yang semakin menjamur di berbagai kota di tanah air juga semakin mendorong minat masyarakat untuk menggunakan produk perbankan syariah.
Bank BNI Syariah sebagai salah satu bank syariah nasional yang berdiri pada tahun 2010 lalu, per bulan Juni 2014 sudah memiliki 65 Kantor Cabang, 161 Kantor Cabang Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan Gerak dan 20 Payment Point. Bank BNI Syariah menyediakan produk pembiayaan dari mulai pembiayaan pribadi, mikro, UMKM sampai korporasi pun disediakan oleh bank syariah yang satu ini. Disamping itu, Bank BNI Syariah juga menawarkan banyak pilihan produk penghimpun dana, seperti tabungan, giro dan deposito.
Salah satu produk penghimpun dana bank BNI Syariah dalam bentuk tabungan adalah tabungan iB Hasanah. Tabungan iB Hasanah merupakan tabungan dengan mata uang rupiah yang bisa menggunakan akad mudharabah (bagi hasil) atau wadiah (titipan) sesuai dengan keinginan nasabah.

            Bagi Nasabah yang membuka tabungan iB Hasanah, baik yang menggunakan akad mudharabah maupun wadiah, sama-sama akan mendapatkan fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh Bank BNI Syariah, seperti :
Buku Tabungan.
BNI Syariah Card Silver.
E-banking (ATM, SMS Banking, Internet Banking dan Phone Banking).
Fasilitas-fasilitas diatas dapat dibilang sebagai fasilitas yang cukup kumplit, mengingat tidak semua bank, baik bank syariah maupun bank konvensional memberikan fasilitas internet banking seperti halnya fasilitas yang diberikan oleh bank BNI Syariah ini.
            Untuk urusan kartu ATM atau kartu Debit, BNI Syariah Card Silver sendiri dapat digunakan untuk bertransaksi di jaringan ATM BNI, ATM Bersama, ATM Link, ATM Prima & Cirrus dan kartu belanja (Debit Card) di merchant berlogo MasterCard di seluruh dunia.
Disamping itu, keunggulan lain yang akan didapatkan bagi nasabah yang membuka tabungan iB Hasanah di Bank BNI Syariah adalah :
Dapat melakukan transaksi di counter teller BNI dan BNI Syariah seluruh Indonesia.
Pembukaan rekening otomatis berinfaq Rp 500,-
Dapat dijadikan sebagai agunan pembiayaan.
Adapun Syarat pembuatan rekening iB Hasanah adalah sebagai berikut :
1)    Kartu Identitas Asli (KTP/Paspor).
2)    Setoran Awal Minimal Rp. 100.000.
Syarat pembukaan rekening diatas menurut saya adalah syarat yang sangat murah dan mudah, karena hanya dengan uang 100.000 rupiah, anda sudah bisa mengajukan pembuatan rekening tabungan iB Hasanah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Mengenai biaya yang akan dibebankan kepada nasabah iB Hasanah adalah sesuai dengan akad yang dipilih oleh nasabah. Untuk akad wadiah, gratis biaya pengelolaan rekening dan saldo dibawah minimun, 5000 untuk pembuatan kartu ATM dan 20.000 untuk biaya tutup rekening. Sedangkan akad mudharabah mengenakan biaya 5000 untuk pengelolaan rekening bulanan dan pembuatan kartu ATM serta 10.000 untuk biaya tutup rekening dan denda saldo dibawah minimum.
Untuk nisbah atau bagi hasil antara nasabah dan bank adalah 22:78 artinya 22 persen untuk nasabah dan 78 persen keuntungannya untuk bank.

B. Spesifikasi Biaya Transaksi
Biaya Administrasi per Bulan (Mudharabah)=IDR 5.000
Biaya Administrasi per Bulan (Wadiah)= IDR 0 (gratis)
Biaya Pembuatan Kartu ATM=IDR 5.000
Biaya saldo di bawah minimum =IDR 2.500
Biaya Penutupan Rekening=IDR 10.000
Biaya Penggantian buku Tabungan=IDR 1.500
Biaya Penggantian Kartu ATM=IDR 10.000
Biaya Informasi Saldo di ATM BNI=0
Biaya Pembayaran Telepon=IDR 2.500
Biaya Transfer ke rekening BNI atau BNI Syariah=0
Biaya Pembayaran listrik = IDR 2.000
Biaya Informasi Saldo di ATM Bersama=IDR 3.000
Penarikan Tunai melalui ATM Bersama=IDR 5.000
Transfer melalui ATM Bersama=IDR 5.000

Transfer antar bank melalui Internet Banking (non RTGS)=IDR 5.000


Batasan Transaksi

Maks. Penarikan Tunai melalui ATM=IDR 5.000.000
Batas Transfer ke rekening BNI/BNI Syariah melalui ATM BNI per Hari=IDR 50.000.000
Batas Transfer ke rekening BNI/BNI Syariah melalui Internet Banking per Hari=IDR 100.000.000
Batas Transfer melalui SMS Banking per Hari=IDR 10.000.000
Batas Transfer melalui Phone Plus per Hari =IVR : IDR 5.000.000, CSO : IDR 20.000.000, IDR 500.000.000 (terdaftar)
Maksimum belanja pada merchant per Hari=IDR 10.000.000
Maksimum pembelian Voucher Pulsa=IDR 2.000.000


BNI SYARIAH USAHA KECIL

Usaha Kecil iB Hasanah adalah pembiayaan syariah yang digunakan untuk tujuan produktif (modal kerja maupun investasi) kepada pengusaha kecil berdasarkan prinsip-prinsip pembiayaan syariah.
Keunggulan
·         Persyaratan yang mudah sesuai dengan prinsip syariah.
·         Jangka waktu pembiayaan sampai dengan 7 (tujuh) tahun.
·         Plafond pembiayaan sampai dengan Rp.10 (sepuluh) Milyar.
·         Pembayaran angsuran dapat dilakukan di seluruh Kantor Cabang BNI Syariah maupun BNI Konvensional.
Akad
·         Murabahah untuk pembelian barang baik untuk tujuan investasi maupun modal kerja secara angsuran (aflopend).
·         Mudharabah/Musyarakah dapat diberikan dalam bentuk modal kerja atas suatu proyek/usaha tertentu dengan menggunakan prinsip Mudharabah/ Musyarakah baik secara angsuran maupun lumpsum diakhir.
Syarat Penerima Pembiayaan
·         Memiliki legalitas usaha lengkap sesuai bidang usahanya.
·         NPWP, Laporan Keuangan, dan SPT Tahunan PPh.
·         Pengalaman dibidang usaha minimal 2 (dua) tahun.
·         Menyampaikan fotocopy rekening bank selama 6 (enam) bulan terakhir.
·         Tidak termasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia serta tidak tercatat sebagai nasabah pembiayaan macet/bermasalah.
·         Bukti kepemilikan agunan yang sah dan masih berlaku.

Ketentuan Biaya
Biaya Administrasi : Ringan sesuai ketentuan yang berlaku
Asuransi : Kerugian
Notaris, Meterai, dll : Sesuai ketentuan yang berlaku
*Biaya sewaktu-waktu dapat berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu

Berikut adalah foto bukti kunjungan ke PT.Bank Negara Indonesia Cabang Iskandar  Muda, Medan.





Kamis, 09 Maret 2017



Nama : Nurmala Dwi Kartika Lubis
Npm   : 1401270095
Kelas  : Perbankan Syariah VI-b Pagi
Buku  : Adiwarman A. Karim. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.




A.        Pembiayaan Murabahah

Salah satu skim fiqih yang paling popular digunakan oleh perbankan syariah adalah skim jual beli murabahah. transaksi murabahah ini lazim dilaksanakan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya.secara sederhana murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati,jadi singkatnya murabahah adalah akad jual beli dengan mengadakan perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli, karena dalam definisinya disebut adanya “keuntungan yang disepakati” karakteristik murabaha adalah si penjual harus membeli tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menambahkan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.

Syarat syarat ba’I murabahah: 
a.         Penjual memberitahubiaya modal kepada nasabah
b.        Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan 
c.         Kontrak harus bebas dari riba
d.        Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat
e.         Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dgn pembelian.
Secara prinsip, jika sarat dalam a,d,dan e. tidak dipenuhi pembeli memiliki pilihan :
a.         Melanjutkan pembelian seperti apa adanya, 
b.        Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang         yang dijual.
c.         Membatalkan kontrak.
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. . Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilaisebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda.
Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah: 
a). Mempercepat pembayaran cicilan; atau 
b). Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank. 
Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat.Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
B.        Bai’al Istishna’ (Jual Beli Berdasarkan Pesanan)
Transaksi Bai’ al Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pesanan, pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan. 
Dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan bahwa jual beli istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan paembauatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan ( pembeli, mustashni’) dan( penjual, shani’).
Dalam sebuah kontrak Bai’ al Istishna, pembeli dapat mengizinkan pembuat barang menggunakan sub kontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat barang dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama. Kontrak seperti ini dikenal sebagai “Istishna’ Paralel”.
Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya. Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual beli murabahah dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang diserahkan belakang. Walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan.
Dengan demikian, metode pembayaran pada jual-beli murabahah muajjal sama dengan metode pembayaran dalam jual-beli istishna’, yakni sama-sama dengan sistem angsuran (installment). Satu-satunya hal yang membedakan adalah waktu penyerahan barangya.
Dengan demikianMurabahah adalah akad jual beli dengan mengadakan perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli, karena dalam definisinya disebut adanya “keuntungan yang disepakati” karakteristik murabahah adalah si penjual harus membeli tahu pembeli tenteng harga pembelian barang dan menambahkan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
Transaksi Bai’ al Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pesanan, pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan. Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya. Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual beli murabahah dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang diserahkan belakang. Walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan.
C.        Prinsip sewa (ijarah) 
      Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya adalah barang atau pun jasa. Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang / jasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut fatwa dewan syariah national, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. 

D.        IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK IMBT
         Merupakan dua buah akad yakni akad al-bai dan akad ijarah IMBT. Al-bai merupakan akad jual beli sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Dalam ijarah IMBT pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara yaitu : 

1. Pihak yang menyewa berjanji akan menjual barang yg disewakan tersebut pada akhir masa sewa. 

2. Pihak yang menyewa berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa Pilihan untuk menjual barang diakhir masa sewa diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relative kecil karena sewa yang dibayarkan relative kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang diterapkan oleh bank. Karena itu, untk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebtu, ia harus membeli barang itu di akhir periode.

Perbedaan antara Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik.
Banyak orang yang menyamakan ijarah dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada sewa menyewa. Kita akan membahas perbedaan dan persamaanantara ijarah dan leasing.
1.      Dari segi objeknya.
­           Bila dilihat dari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja.
­           Sedangkan dalam ijarah objek yang disewakan bisa berupa barang dan jasa/tenaga kerja.
2.      Dari segi metode pembayaran.
­           Bila dilihat dari segi metode pembayarannya, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran yaitu, pembayaran sewa pada leasing tidak bergantung kepada kinerja objek yang disewakan. ·
Dari segi metode pembayarannya ijarah, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung kepada kinerja objek yang disewanyadan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objeknya.
 3.      Dari segi perpindahan kepemilikan.
Dalam leasing ada dua jenis perpindahan kepemilikan, yaitu: operating lease dan financial lease. Dalam operating lease, tidak terjadi perpindahan kepemilikan aset, baik diawal maupun diakhir. Sedangkan financial lease diakhir periode sewa si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewa tersebut. Dalam perbankan syari’ah dikenal dengan ijarah muntahia bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahannya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.Karena itu dalam ijarah muntahia bittamlik, pihak yang menyewakan berjanji diawal periode kepada pihak penyewa, apakah akan menjual barang tersebut atau akan menghibahkannya.

Kondisi Kelas Ketika Berdiskusi


Sabtu, 04 Maret 2017


Nama  : NURMALA DWI KARTIKA
NPM    : 1401270095
Kelas  :  Perbankan Syariah Vb Pagi
Buku   : Adiwarman A. Karim. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.






Designing Sharia Contract

Ada empat (4) teknik yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad pembiayaan syariah, yaitu :


(1) Memahami karakteristik kebutuhan nasabah.
      Dalam hal ini, terdapat 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

(a) Objek.
          Hal pertama yang harus dilihat untuk memahami karakteristik kebutuhan nasabah adalah objek.Apabila objek pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah berupa barang, harus dilihat dari sisi apakah barang tersebut ready stock atau goods in process. Jika barang tersebut ready stock, pembiayaan yang layak untuk diberikan kepada nasabah adalah pembiayaan murabahah. Namun, jika barang tersebut berupa goods in process, harus dilihat lagi dari sisi apakah waktu yang diperlukan dalam proses barang tersebut berada di bawah 6 bulan atau lebih. Jika proses barang tersebut berada di bawah 6 bulan, pembiayaan yang dapat diberikan adalah pembiayaan salam dengan asumsi nasabah akan mampu menyelesaikan kewajibannya dalam satu kali pembayaran sekaligus. Namun, jika proses barang tersebut berada di atas 6 bulan, pembiayaan yang dapat diberikan adalah pembiayaan istishna’ dengan asumsi nasabah baru akan mampu menyelesaikan kewajibannya setelah melakukan beberapa kali pembayaran. Di sisi lain, apabila objek pembiayaan yang dibutuhkan nasabah bukan berupa barang, melainkan jasa, pembiayaan yang harus diberikan kepada nasabah adalah pembiayaan ijarah.

(b) Kegunaan.
            Hal kedua yang harus dilihat untuk memahami karakteristik kebutuhan nasabah adalah dari sisi kegunaan barang atau jasa yang dibutuhkan. Dalam hal ini, hal utama yang harus cermati adalah apakah barang atau jasa yang dibutuhkan nasabah akan digunakan untuk kegiatan produktif atau konsumtif.Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk kegiatan produktif, harus dilihat dari sisi apakah barang tersebut digunakan untuk modal kerja atau investasi.

       - Modal Kerja.
Jika kegunaan barang atau jasa tersebut digunakan untuk modal kerja, harus dilihat apakah nasabah telah mempunyai kontrak dengan pihak ketiga atau tidak. Jika nasabah telah mempunyai kontrak, yang harus ditelaah adalah apakah pembiayaan tersebut digunakan untuk pekerjaan konstruksi atau pengadaan barang. Jika untuk pekerjaan konstruksi, pembiayaan yang dapat diberikan bank syariah adalah pembiayaan istishna.

        - Investasi.
Dalam hal jika kegunaan barang atau jasa tersebut digunakan untuk investasi, yang harus dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk ready stock atau goods in process. Jika untuk ready stock, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah barang tersebut sensitif terhadap tax issues atau tidak. Jika iya, pembiayaan yang diberikan bank adalah pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT).

(2) Memahami kemampuan nasabah.
            Teknik kedua yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad pembiayaan syariah adalah memahami kemampuan nasabah. Dalam hal ini, hal yang perlu diperhatikan adalah dari sisi highly predictable, yakni apakah sumber pendapatan nasabah sangat dapat diprediksikan atau tidak. Jika sumber pendapatan nasabah highly predictable, faktor berikutnya yang harus dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut untuk pekerjaan konstruksi atau pengadaan barang. Jika untuk pekerjaan konstruksi, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan istishna’.Namun, jika untuk pengadaan barang, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan mudharabah, kecuali produksi usaha skala kecil. Jika sumber pendapatan nasabah tidak termasuk ke dalam kategori highly predictable, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut untuk ready stock atau goods in process.

(3) Memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank.
            Teknik ketiga yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad pembiayaan syariah adalah memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank.
Hakikat dari analisis terhadap kebutuhan sumber dana pihak ketiga ditujukan untuk mendapatkan:

(a) Kepastian bank terhadap pemenuhan kebutuhan cash out bank dalam memberikan pembiayaan dapat tertutupi oleh pembayaran (cash in) dari debitur.

(b) Kepastian bank terhadap kewajiban pemberian bagi hasil yang harus diberikan kepada pemegang dana (pihak ketiga) dapat ditutupi oleh pembayaran (cash in) dari debitur.

(4) Memahami akad fikih yang tepat.
            Teknik keempat yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad pembiayaan syariah adalah memahami akad fikih yang tepat. Seperti yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, penerapan sebuah transaksi tidak boleh bertentangan dengan syariah Islam, baik dilarang karena haram selain zatnya yakni mengandung tadlis, ikhtikar, ba’i najasy, gharar, dan riba, maupun karena tidak sah akadnya, yakni rukun dan syarat yang tidak terpenuhi, terjadi ta’alluq, serta terjadi dua akad dalam satu transaksi secara bersamaan. Di sisi lain, penerapan sebuah akad pada suatu transaksi juga harus memperhatikan karakteristik dari akad yang dimaksud, yakni apakah akad tersebut termasuk ke dalam kategori akad tabarru’ atau akad tijarah. Jika termasuk akad tabarru’, bank tidak bisa meminta kompensasi dari nasabah terhadap pelaksanaan suatu transaksi. Sebaliknya, jika termasuk akad tijarah, bank berhak memperoleh kompensasi dari nasabah terhadap pelaksanaan transaksi.
Dengan kata lain, dari hasil identifikasi ini, kita akan memperoleh kepastian mana akad yang bisa diharapkan kompensasinya dan mana akad yang tidak bias diharapkan. Terhadap transaksi-transaksi yang termasuk ke dalam kategori akad tijarah, kita dapat melakukan identifikasi lebih lanjut mengenai mana yang termasuk ke dalam akad tijarah yang berbasis Natural Certainty Contracts dan mana pula akad tijarah yang berbasis Natural Uncertainty Contracts.
            Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk memperoleh kepastian pembayaran, baik dai segi jumlah (amount) maupun waktu (timing). Seperti yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, Natural Certainty Contracts merupakan kontrak atau akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing). Dengan kata lain, dalam Natural Certainty Contracts ini, kedua belah pihak saling mempertukarkan aset yang dimiliki.
Oleh karena itu, objek pertukarannya pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlah (quantity), mutu (quality), harga (price), maupun waktu penyerahannya (time of delivery). Jadi, kontrak-kontrak tersebut secara sunnatullah memberikan return yang tetap dan pasti.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah murabahah, ijarah, ijarah muntahiyah bit tamlik, salam, dan istishna’. Sementara yang dimaksud dengan Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak atau akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing). Dengan demikian, dalam NUC ini, tingkat return bias positif, negatif, maupun nol. Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, dan mukhabarah.



TUGAS

Contoh kasus dan skema pembiayaan untuk kebutuhan modal kerja :


        Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu pembiayaan produktif dan konsumtif. Sedangkan menurut keperluannya, pembiayaan jug adapt dibagi menjadi dua yaitu pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi.
Jenis kontrak pembiayaan modal kerja  bisa menggunakan skema antara lain
 - jual beli (murabahah) ataupun dengan skema,
 - kemitraan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah).

         Berikut adalah contoh pembiayaan untuk kebutuhan modal kerja dengan kontrak pembiayaan menggunakan skema kemitraan bagi hasil yakni MUDHARABAH.

Berikut adalah skema pembiayaan Mudharabah


Contoh Kasus Mudharabah

Mudharabah 

1. Pemilik modal ( Bank Syariah )
2. Pengelola Modal ( Bapak Fadil Muhammad )

Bapak Fadil Muhammad membutuhkan dana untuk membuka usahanya . Karena modal yang ia miliki tidak mencukupi maka Bapak Fadil memutuskan untuk mengajukan pembiayaan ke bank syariah dengan menggunakan akad mudharabah.
Bank menyerahkan modal sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) kepada  Bapak Fadil Muhammad untuk diniagakan. Pada saat perjanjian (akad) disepakati bahwa keuntungan akan dibagi 40% untuk Bank Syariah (pemilik modal) dan 60% untuk Bapak Fadil Muhammad (pengelola modal) , dan keuntungan dibagikan setiap usaha setelah mendapatkan keuntungan (1 kali putaran produksi).

Jika Untung :

Setelah dilakukan usaha, keuntungan bersih (setelah dikurangi biaya-biaya) yang diperoleh sebesar Rp. 5.000.000,-
Maka keuntungan yang diperoleh masing-masing adalah:
Bank Syariah                 :40% x Rp. 5.000.000 = Rp. 2.000.000,-
Bapak Fadil Muhammad :60% x Rp. 5.000.000 = Rp. 3.000.000,-
Dengan keuntungan tersebut, diakhir bisnis uang yang diterima Bapak Fadil Muhammad adalah:
(seluruh modal + bagian)
1.000.000 + 2.000.000 = Rp. 3.000.000

Jika Rugi :

Pada saat bisnis mengalami kerugian jika bukan diakibatkan oleh kelalaian Bapak Fadil, maka kerugian tersebut ditanggung oleh Bank Syariah selaku pemilik modal.
Untuk mengembalikannya maka komoditi yang ada dijual seluruhnya sehingga menjadi bentuk uang tunai.Jika seluruh komoditi telah dijual dan memiliki kelebihan dari Rp. 10.000.000,- (modal usaha) maka selebihnya itu dianggap keuntungan dan dibagi sesuai persentase yang telah disepakati.


Kondisi Kelas  Ketika Sedang Berdiskusi.